You can replace this text by going to "Layout" and then "Edit HTML" section. A welcome message will look lovely here.
RSS

Jumat, 24 Januari 2014

Paradigma Dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Masyarakat Dan Bangsa

Oleh : Tri Kartika

Pengertian Undang-Undang

Undang-Undang Dasar (UUD) atau Konstitusi adalah hukum dasar yang berlaku di suatu negara. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya. Apabila suatu UUD akan diubah, diperlukan proses yang panjang dan persetujuan dari banyak pihak. Selain itu UUD juga dapat diamandemen dan ditambah dengan pasal-pasal baru.

Peran serta Fungsi Undang-Undang
  1. Sebagai penentu atau pembatas kekuasaan negara 
  2. Sebagai pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara 
  3. Sebagai pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara 
  4. Sebagai pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara 
  5. Sebagai penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli ( dalam demokrasi adalah rakyat) keoada organ negara 
  6. Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu ( symbol of unity) sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation) serta sebagi center of ceremony. 
  7. Fungsi sebagai saran pengendalian masyarakat ( social control ), baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas mencangkup bidang sosial ekonomi. 
  8. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social engineering atau sicoal reform)

Pandangan Masyarakat Mengenai Undang-Undang Sebagai Tolat Ukur Hukum Negara Indonesia
            Sekarang-sekarang ini Undang-undang 1945 yang menyatakan sebagai dasar hukum negara yang mana mengatur semua sesuai dengan fungsinya tidaklah bekerja efektif lagi. Pasalnya dari semua hukum dan fungsi yang tertulis itu, sangat banyak sekali yang di langgar dan sudah tidak sesuai dengan apa yang tertera dan tertulis.

            Dari pandangan kebanyakan masyarakat indonesia, mereka melihat dan merasakan bahwa Undang-Undang yang tertulis itu sekarang hanya simbol belaka. Karena, banyak sekali penyelewengan hukum. Contohnya, Undang-undang yang berfungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat baik dalam arti sempit ataupun luas. Dimana dalam arti sempit yang mencangkup bidang politik. Bidang politik indonesia saat ini bisa dikatakan buruk. Karena banyak sekali para tikus berdasi yang dengan santainya menyelewengkan keuangan negara. Dimana keuangan tersebut sebagian besar dari pajak para masyarakat indonesia sendiri. Undang-undang yang seharusnya menegakkan kebenaran dengan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya justru hukum itu di permainkan dan diputar balikan dari fakta yang ada. Hukum-hukum di indonesia sekarang sekarang ini secara tidak langsung dapat dibeli. Jadi, masyarakat indonesia hanya bisa memandang bahwa undang-undang di indonesia hanya formalitas semata tanpa adanya realitas yang sesuai dengan apa yang sudah tertuang dalam undang-undang itu sendiri. Sedangkan dalam arti luas yang mencangkup bidang sosial dan ekonomi. Dimana dalam bidang sosial dan ekonomi ini salah satunya mencangkup atas hak-hak yang perlu di dapatkan oleh masyarakat. Contohnya masyarakat berhak untuk mendapatkan santunan, hak bebas mengeluarkan pendapat dll. Tetapi kebanyakan masyarakat indonesia masih blm mendapatkan itu semua.

Bila dicermati suramnya wajah hukum merupakan implikasi dari kondisi penegakan hukum (law enforcement) yang stagnan dan kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya diskriminatif. Praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. Pelaksanaan penegakan hukum yang “kumuh” seperti itu menjadikan hukum di negeri ini seperti yang pernah dideskripsikan oleh seorang filusuf besar Yunani Plato (427-347 s.M) yang menyatakan bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat. (laws are spider webs; they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful). 

Implikasi yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari. Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mereka sendiri. Suburnya berbagai tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) di masyarakat adalah salah satu wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada.

Dengan berdasarkan penjelasan dan ilustrasi di atas saya menilai bahwa sesungguhnya hukum di indonesia masih belum berjalan dengan baik, bahkan banyak yang mengatakan hukum di indonesia itu bisa dibeli atau keadilan hanya didapatkan untuk orang yang ber-uang saja (kaya).Memang terdengar agak riskan jika hanya melihat pada satu sisi kasus saja.Namun jika ingin memperbaiki citra tentang hukum alangkah baiknya kasus ini diselesaikan sampai tuntas.Bukankah Negara ini adalah Negara hukum, jadi jika hukum tidak dapat ditegakan dengan sebaik-baiknya masih pantaskah Negara ini disebut Negara hukum…?

Menurut  pendapat saya sebagai seorang mahasiswa seharusnya hukum ditegakan tanpa pandang bulu, entah apakah seorang itu kaya atau miskin, atau orang tersebut dipandang besar namun hukum tetaplah hukum.Jika seseorang bersalah maka dia harus menerima ganjaran atas apa yang dilakukan.


Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma Reformasi edisi revisi H. Subandi Al       Marsudi, SH, MH.


Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Unknown mengatakan...

oke, trimakasih lain waktu sumbernya lebih banyak y

Posting Komentar