You can replace this text by going to "Layout" and then "Edit HTML" section. A welcome message will look lovely here.
RSS

Jumat, 24 Januari 2014

Otonomi Daerah Ladangnya Para Koruptor


Oleh : Rizka Nurul Ismi

Otonomi Daerah Ladangnya Para Koruptor, Kenapa ? Akhir akhir ini kita dihebohkan dengan berita mengenai penangkapan Gubernur Banten, atas perkara Penggelembungan Dana Alat Kesehatan. Yaps, ini adalah salah satu modus yang sering digunakan para pejabat daerah. Klasik ? Tentu. Tapi lihat saja yang mereka peroleh dari penggembungan dana tersebut. Kisah Sang Putri Banten hanya satu dari sekian banyak kisah korupsi yang tidak termediakan. Menurut catatan ICW, hingga 2013 ada 149 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Kepala daerah tersebut terdiri dari 20 gubernur, satu wakil gubernur, 17 walikota, 8 wakil walikota, 84 bupati dan 19 wakil bupati

Sebenarnya tujuan otonomi daerah sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 32 Tahun 2004 adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi nyatanya ? You Knowlah . 

Sejak lama banyak yang mengkritik otonomi daerah hanya akan menjadi ajang bagi-bagi kekuasaan ketimbang untuk menciptakan kemakmuran. Hal ini dibuktikan oleh hasil pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan. Reformasi yang dilakukan dengan memberikan kebijakan otonomi daerah bukan berarti laju korupsi di Indonesia menurun tapi malah justru meningkat. 

Secara teoritis hanya empat urusan pusat yang tidak dapat diserahkan ke daerah, yaiutu : Pertanahan, Keamanan, Urusan Diplomatik Luar Negari, Urusan Peradilan dan Urusan Keuangan dalam pengertian mencetak uang. Selebihnya? Pada dasarnya urusan-urusan pemerintah pusat dapat didentralisasikan ke daerah. 

Adanya kewenangan yang besar dari pemerintah di daerah dapat memunculkan modus modus Korupsi. Seperti Korupsi Pengadaan Barang, Bermodus Mark-up (Penggelembungan) nilai barang dan jasa, kolusi. Belum lagi modus pemotongan dana social yang dilakukan secara bertingkat atau bisa dibilang “tiap meja potong” 

Hal hal seperti itu lah yang membuat otonomi daerah menjadi matapencaharian bagi para koruptor. Kreativitas pencegahan korupsi perlu diupayakan dengan semaksimal mungkin, karena selama ini cara-cara dalam penyelesaian perkara korupsi hanya terbatas pada sebagian orang saja. Padahal publik sangat faham, bahwa kejahatan tindak pidana korupsi merupakan kerja kolektif, untuk bisa melakukan modus korupsi. Sehingga bila pelaku korupsi yang tertangkap tangan sajalah yang bisa diproses secara hukum, sementara dibalik upaya membongkar skandal korupsi tertutup, karena minimnya barang bukti.

Selain mengoptimalkan penindakan pelaku korupsi yang tertangkap tangan, maupun proses penyidikan, pencegahan korupsi juga jauh lebih penting dilakukan, sebab selama pencegahan selalu disosialisasikan, sehingga meminimalisir orang untuk berlaku curang semakin jera dan memilih untuk melakukan apa yang seharusnya dan sesuai dengan norma serta etika hukum.

Maka dari itu adanya kepedulian masyarakat daerah dalam mengawasi jalannya pemerintahan yang jujur dan adil sangat diperlukan , selain itu pentingnya pendidikan atas tata kota dan daerah sangat penting untuk mendukung terrealisasikannya pemerintahan yang aman dari korupsi.

sumber : 

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Unknown mengatakan...

penulisan sumber tidak seperti itu,,,tulis secara jelas penulis, judul artikel, dan nama blognya.

Posting Komentar