You can replace this text by going to "Layout" and then "Edit HTML" section. A welcome message will look lovely here.
RSS

Minggu, 26 Januari 2014

Budaya Politik Indonesia

Oleh : Vamela Novia Rani

Budaya Politik Indonesia - Indonesia memiliki anekaragam budaya. Budaya politik di adalah sebuah pola dari sebuah perilaku suatu masyarakat yang ada di dalam kehidupan benegara, pada penyelenggaraan administrasi negara, sistem politik pemerintahan, hukum negara, adat istiadat dalam masyarakt, serta kebiasaan yang di lakukan oleh masyarakat setiap harinya.

Budaya politik di Indonesia merupakan sebuah cerminan dari sikap dengan ciri khas warga negara terhadap sebuah sistem politik. Manusia merupakan makhluk sosial, dan sering berinteraksi terhadap manusia lainnya sehingga tidak bisa lepas dengan yang namanya komunikasi. Hal ini dikatakan oleh Edward T. Hall, "bahwa Budaya adalah komunikasi" dan sebaliknya “Komunikasi adalah budaya”.

Untuk mengetahui sejauh mana adanya kaitan budaya politik dalam komunikasi politik di Indonesia, pembahasan yang pertama adalah bagaimana menjelaskan tentang budaya politik. Budaya politik adalah sebuah sistem, nilai dan juga keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, adakalanya terdapat perbedaan dalam memandang budaya politik seperti antara pandangan masyarakat umum dengan para elitenya.

Budaya Politik di Indonesia

contohnya :

Budaya Kalimantan Barat Seni Kebudayaan Daerah Kalbar - Propinsi Kalimantan Barat di kenal dengan provinsi "Seribu Sungai". Sebutan tersebut berkaitan dengan banyaknya sungai yang terdapat di Kalbar. Kekayaan kebudayaan daerah Kalimantan Barat tarian, seni tarian tradisional, alat musik dll.

Pendapat saya : karna kita tinggal diindonesia yang memiliki beragam kebudayaan kita harus bisa saling menghargai satu sama lain atau dengan budaya lain supaya keragaman diindonesia akan semakin berkembang

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jumat, 24 Januari 2014

Sejarah Perkembangan Demokrasi di Dunia

Oleh : Wira Nurfardila

  1. PADA ZAMAN YUNANI
Pada mulanya system demokrasi berada pada zaman Yunani kuno pada abad ke 6 sampai dengan pada abad ke 3 SM, bangsa Yunani pada saat itu menganut demokrasi langsung yaitu dimana keputusan-keputusan-keputusan politik dibuat berdasarkan keputusan mayoritas dari warga Yunani dan dijalankan langsung olem seluruh warga Negara. Pada masa itu demokrasi yang diterapkan secara langsung bias berjalan dengan baik hal itu karena wilayah dan jumlah penduduknya masih terbilang kecil, hanya saja di Yunani demokrasi hanya berlaku untuk warga Negara saja sedangkan untuk  budak belian dan pedagang asing tidak berlaku.

  1. LAHIRNYA MAGANA CARTA (Piagam Besar 1215)

Pada perkembangan demokrasi abad pertengahan telah menghasilkan magna carta, yang merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan raja Johan dari inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan previlagees dari bawahannya swbagai  imbalan untuk menyerahkan dana untuk keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana yang feodal dan tidak berlaku pada rakyat jelata namun dianggap  sebagai tonggak perkembangan gagasan demokrasi.


   C.   Lahirnya Revolusi prancis dan revolusi Amerika pada akhir abad ke 18

Pada akhir abad ke 18 beberapa pemikiran dapat menghasilakn revolusi prancils dan amerika,  pemikiran tersebut antaralain bahwa manusia  mempunyai hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan menyebabkan dilontarkan kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tidak terbatas. Pendobrakan terhadap kedudukan raja yang absolut didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang dikenal dengan social contract(kontrak sosial). Menurut Jhon Locke hak-hak politik mencangkup hak atas hidup, atau kebebasan dan hak untuk milik, Montesqeu mencoba menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak politik, yang kemudian dikenal dengan trias politica.

  1. Demokrasi Konstitusional pada Abad ke 19 dan 20
                                          
Akibat dari keingina menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif timbullah gagasan bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekusaan pemerintah ialah dengan suatu konstitusi. Undang-undang menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekusaan Negara dengan sedemikian rupa, sehingga kekusaan eksekutif di imbangi dengan kekusaan parlemen dan lembaga hukum. Gagasan ini dinamakan onstitusionalisme (constitusionalism), sedangkan Negara yang menganut gagasan ini disebut constitutional state.

Dalam abad ke 19 dan permulaan abad ke 20 gagasan mengenai perlunya pembatasan mendapatkan perumusan yang yuridis, ahli hukum Eropa Barat yaitu Immanuel Kant memakai istilah Rechtsstaat sedangkan menurut A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Dalam abad ke 20 gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusa warga Negara baik dibidang social maupun ekonomi lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan oleh karenanya harus aktif menatur kehidupan ekonomi dan social.

Sesudah perang Dunia II International Commission Of Jurists tahun 1965 sangat memperluas konsep mengenai Rule Of Law, bahwa disamping hak-hak politik juga hak-hak social dan ekonomi harus diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa standar dasar social ekonomi. International Commission Of Jurists dalam konfrensinya di Bangkok perumusan yang paling umum mengenai system politik yang demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat suatu keputusann-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada  mereka melalui suatu prose pemilihan yang bebas. Ini dinamakan demokrasi berdasarkan perwakilan.

Hendri B Manyo merumuskan beberapa nilai yang mendasari demokrasi yaitu :

  1. Menyelesaikan perselisihan dengan damaii dan secara melembaga. 
  2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. 
  3. Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur. 
  4. Membatasi pembatasan kekerasn sampai batsa minimum. 
  5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman. 
  6. Menjamin tegaknya keadilan

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Peran Mahasiswa Dalam Upaya Bela Negara

Oleh : Vinkha Anditha Arya Putri

          Mahasiswa adalah sosok intelektual yang menduduki posisi dan peran khusus dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Posisi dan peran khusus itu selain dimungkinkan oleh kepemilikan pengetahuan yang luas juga oleh kepemilikan nilai-nilai dasar yang menjadi landasan jati diri intelektualnya. Pengetahuan dan nilai-nilai dasar itu hendaknya menyatu dalam setiap teladan hidup dan perjuangan mahasiswa.

Seorang mahasiswa mestinya memiliki pengetahuan yang luas untuk bisa mengkritisi berbagai ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Karena itu, minat baca yang tinggi dan kebiasaan untuk melakukan refleksi kritis terhadap berbagai fenomena yang muncul amatlah dianjurkan dan mesti menjadi menu harian para mahasiswa. Adalah sebuah ironi besar bahkan sebuah penyangkalan terhadap jati dirinya sendiri apabila mahasiswa asing dari buku-buku yang memuat segudang ilmu pengetahuan dan asing dari realitas masyarakat sekelilingnya.
 
Mahasiswa mestinya memiliki semangat untuk mencari dan memiliki ilmu pengetahuan. Namun, akumulasi pengetahuan yang diperoleh dalam bangku kuliah itu pada mestinya selalu diaplikasikan dalam setiap konteks persoalan masyarakat. Kiprah seorang mahasiswa tidak hanya terbatas dalam tembok-tembok kampus atau dalam bangku kuliah tetapi senantiasa digemakan keluar terutama dalam menjawabi setiap persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Mahasiswa mestinya mampu menangkap berbagai fenomena timpang yang terjadi di sekitarnya, untuk kemudian dikritisi dan dicari alternatif solusi atasnya. Pemanfaatan inteligensi yang tinggi seperti yang telah mendasari perjuangan mahasiswa era pra-kemerdekaan, mestinya juga mendasari perjuangan mahasiswa saat ini.

Karena itu, kebiasaan-kebiasaan yang tidak menunjukkan pemanfaatan inteligensi atau berada di luar ciri jati diri intelektualitasnya mestinya ditinggalkan. Fenomena absurditas intelektual, keterlibatan dalam praktik kekerasan dan pelanggaran HAM, pesta pora, gaya hidup konsumtif, seks bebas,lemahnya minat membaca dan berdiskusi, kurangnya minat belajar, serta rendahnya minat berorganisasi yang sekarang ini menjadi ciri kehidupan para mahasiswa umumnya, mestinya ditinggalkan jauh-jauh.
Selain pemanfaatan pengetahuan yang dimilikinya, mahasiswa juga mestinya selalu berjuang menegakkan nilai-nilai universal kemanusiaan. Mahasiswa pada hakikatnya memiliki kemampuan yang khas dan unik yang sulit ditemukan pada anggota masyarakat kebanyakan. Kekhasan itu justru terletak pada nilai-nilai dasar yang menjadi landasan jati diri intelektualitasnya, dan nilai-nilai itu amat inheren dalam identitasnya sebagai seorang mahasiswa.
 Dunia mahasiswa adalah dunia akademik yang di dalamnya terkandung nilai-nilai dasar seperti kebijaksanaan, keadilan, kebenaran, dan objektivitas. Yang diharapkan dari mahasiswa adalah upaya perealisasian nilai-nilai dasar tersebut dalam setiap kiprahnya dalam lembaga pendidikan dan terutama di tengah masyarakat. Perealisasian nilai-nilai dasar itu selain melalui sikap dan teladan hidup hariannya, juga mesti direalisasikan dalam setiap upaya memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan tersebut.
Perjuangan mahasiswa, dalam aksi demonstrasi misalnya, hendaknya bukan dilandasi oleh sikap kedaerahan, atau demi keuntungan eksklusif orang atau kelompok tertentu, melainkan demi menegakkan nilai-nilai universal kemanusiaan. Hanya dengan ini mahasiswa mampu menghidupkan kembali rasa persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Nilai-nilai universal kemanusiaan adalah nilai-nilai yang senantiasa didambakan oleh setiap orang. Nilai-nilai itu dapat mempersatukan dan membangun solidaritas semua orang. Oleh karena itu, memperjuangkan nilai-nilai seperti itu akan mendorong rasa solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Mahasiswa dipanggil untuk mewujudkan itu di tengah masyarakat. Contohnya adalah pemanfaatan inteligensi sebagai modal dasar.

Kemerdekaan yang telah diraih bangsa Indonesia pertama-tama sebenarnya merupakan hasil pemanfaatan inteligensi, dan bukan kemenangan senjata. Perjuangan merebut kemerdekaan melalui perang fisik/senjata telah terbukti tidak membawa pembebasan bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, mereka berusaha memikirkan alternatif lain agar bisa keluar dari situasi penindasan pada masa itu. Munculnya berbagai organisasi pemuda, termasuk kongres sumpah pemuda, yang merupakan hasil nyata pemanfaatan inteligensi ini yang kemudian membawakan hasil yang memuaskan. Mahasiswa adalah kaum intelektual muda. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa selain bergulat dengan berbagai ilmu pengetahuan, juga bergulat dalam memperjuangkan nilai-nilai universal kemanusiaan seperti kebijaksanaan, kebenaran, keadilan, dan objektivitas.

 Dalam setiap perjuangannya, mahasiswa mesti selalu berpegang teguh pada nilai-nilai diatas. Melalui kemampuan intelek yang dimilikinya, mahasiswa mengakomodasi harapan dan idealisme
masyarakat yang kemudian terbentuk dalam ide-ide atau gagasannya. Ide dan gagasan itu merupakan kontribusi paling bermakna dalam cita-cita pembaruan dalam konteks kebangsaan. Selain itu salah satu bentuk keikutsertaan mahasiswa dalam upaya bela negara yaitu mampu mengikuti Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional. Dengan Pendidikan Kewarganegaraan yang dilaksanakan melalui pendidikan di sekolah maupun pendidikan di luar sekolah akan dihasilkan warga negara yang cinta tanah air, rela berkorban bagi negara dan bangsa, yakin akan kesaktian kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

 Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses menuju kepada kualitas manusia yang lebih baik, yakni manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dimasa depan yang dapat menjamin tetap tegaknya identitas dan integritas bangsa. Pendidikan kewarganegaraan bertujuan memupuk jiwa dan semangat patriotik, rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa para pahlawan.

Melalui pendidikan kewarganegaraan, setiap warga negara mampu memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negara secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan sejarah nasional. Hal tersebut sesuai dengan misi dari pendidikan kewarganegaraan, yaitu membentuk warga negara yang baik.


Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Paradigma Dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Masyarakat Dan Bangsa

Oleh : Tri Kartika

Pengertian Undang-Undang

Undang-Undang Dasar (UUD) atau Konstitusi adalah hukum dasar yang berlaku di suatu negara. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya. Apabila suatu UUD akan diubah, diperlukan proses yang panjang dan persetujuan dari banyak pihak. Selain itu UUD juga dapat diamandemen dan ditambah dengan pasal-pasal baru.

Peran serta Fungsi Undang-Undang
  1. Sebagai penentu atau pembatas kekuasaan negara 
  2. Sebagai pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara 
  3. Sebagai pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara 
  4. Sebagai pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara 
  5. Sebagai penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli ( dalam demokrasi adalah rakyat) keoada organ negara 
  6. Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu ( symbol of unity) sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation) serta sebagi center of ceremony. 
  7. Fungsi sebagai saran pengendalian masyarakat ( social control ), baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas mencangkup bidang sosial ekonomi. 
  8. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social engineering atau sicoal reform)

Pandangan Masyarakat Mengenai Undang-Undang Sebagai Tolat Ukur Hukum Negara Indonesia
            Sekarang-sekarang ini Undang-undang 1945 yang menyatakan sebagai dasar hukum negara yang mana mengatur semua sesuai dengan fungsinya tidaklah bekerja efektif lagi. Pasalnya dari semua hukum dan fungsi yang tertulis itu, sangat banyak sekali yang di langgar dan sudah tidak sesuai dengan apa yang tertera dan tertulis.

            Dari pandangan kebanyakan masyarakat indonesia, mereka melihat dan merasakan bahwa Undang-Undang yang tertulis itu sekarang hanya simbol belaka. Karena, banyak sekali penyelewengan hukum. Contohnya, Undang-undang yang berfungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat baik dalam arti sempit ataupun luas. Dimana dalam arti sempit yang mencangkup bidang politik. Bidang politik indonesia saat ini bisa dikatakan buruk. Karena banyak sekali para tikus berdasi yang dengan santainya menyelewengkan keuangan negara. Dimana keuangan tersebut sebagian besar dari pajak para masyarakat indonesia sendiri. Undang-undang yang seharusnya menegakkan kebenaran dengan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya justru hukum itu di permainkan dan diputar balikan dari fakta yang ada. Hukum-hukum di indonesia sekarang sekarang ini secara tidak langsung dapat dibeli. Jadi, masyarakat indonesia hanya bisa memandang bahwa undang-undang di indonesia hanya formalitas semata tanpa adanya realitas yang sesuai dengan apa yang sudah tertuang dalam undang-undang itu sendiri. Sedangkan dalam arti luas yang mencangkup bidang sosial dan ekonomi. Dimana dalam bidang sosial dan ekonomi ini salah satunya mencangkup atas hak-hak yang perlu di dapatkan oleh masyarakat. Contohnya masyarakat berhak untuk mendapatkan santunan, hak bebas mengeluarkan pendapat dll. Tetapi kebanyakan masyarakat indonesia masih blm mendapatkan itu semua.

Bila dicermati suramnya wajah hukum merupakan implikasi dari kondisi penegakan hukum (law enforcement) yang stagnan dan kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya diskriminatif. Praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. Pelaksanaan penegakan hukum yang “kumuh” seperti itu menjadikan hukum di negeri ini seperti yang pernah dideskripsikan oleh seorang filusuf besar Yunani Plato (427-347 s.M) yang menyatakan bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat. (laws are spider webs; they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful). 

Implikasi yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari. Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mereka sendiri. Suburnya berbagai tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) di masyarakat adalah salah satu wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada.

Dengan berdasarkan penjelasan dan ilustrasi di atas saya menilai bahwa sesungguhnya hukum di indonesia masih belum berjalan dengan baik, bahkan banyak yang mengatakan hukum di indonesia itu bisa dibeli atau keadilan hanya didapatkan untuk orang yang ber-uang saja (kaya).Memang terdengar agak riskan jika hanya melihat pada satu sisi kasus saja.Namun jika ingin memperbaiki citra tentang hukum alangkah baiknya kasus ini diselesaikan sampai tuntas.Bukankah Negara ini adalah Negara hukum, jadi jika hukum tidak dapat ditegakan dengan sebaik-baiknya masih pantaskah Negara ini disebut Negara hukum…?

Menurut  pendapat saya sebagai seorang mahasiswa seharusnya hukum ditegakan tanpa pandang bulu, entah apakah seorang itu kaya atau miskin, atau orang tersebut dipandang besar namun hukum tetaplah hukum.Jika seseorang bersalah maka dia harus menerima ganjaran atas apa yang dilakukan.


Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma Reformasi edisi revisi H. Subandi Al       Marsudi, SH, MH.


Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS