You can replace this text by going to "Layout" and then "Edit HTML" section. A welcome message will look lovely here.
RSS

Kamis, 23 Januari 2014

Konsep Ham Dalam Islam

Oleh : Mualimah (1301145061)


      Islam dalam sebuah agama dengan ajarannya yang universal dan komprehensif meliputi akidah, ibadah, dan mu’amalat, yang masing-masing memuat ajaran tentang keimanan. Dimensi ibadah memuat ajaran tentang mekanisme pengabdian manusia taerhadap Allah, dengan memuat ajaran tentang hubungan manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar. Kesemua dimensi ajaran tersebut dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang disebut dengan istilah syari’at atau fikih. Tujuan eksistensi manusia di dunia menurut Islam adalah semata-mata untuk beribadah, menghambakan diri, serta patuh kepada Allah SWT.

Dalam konteks syari’at dan fikih itulah terdapat ajaran tentang hak asasi manusia (HAM). Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukkan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan dari ajaran Islam itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesame manusia tanpa terkecuali.

Menurut Maududi, HAM adalah hak kodrati yang dianugerahkan Allah swt. Pada tiap-tiap manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal dan abadi, tidak boleh atau dimodifikasi Abu A’la al-Maududi, 1998). Menurut pandangan Islam, konsep HAM bukanlah hasil evolusi apa pun dari pemikiran manusia, namun merupakan hasil dari wahyu Ilahi yang telah diturunkan melalui para nabi dan rasul dari sejak permulaan eksistensi umat manusia di atas bumi ini. Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (haq al insan/huquuqul-‘ibad) merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-makhluk Allah lainnya, dan hak Allah (huquullah) adalah hak kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah SWT. Yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan hak juga sebaliknya.

Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari dua hak tersebut, misalnya, shalat. Manusia tidak perlu campur tangan untuk memaksakan seseorang mau shalat atau tidak, karena shalat merupakan hak Allah, maka tidak ada kekuatan duniawi-apakah itu negara, organisasi ataupun teman yang berhak mendesak seseorang untuk melakukan shalat. Shalat merupakan urusan pribadi yang bersangkutan dengan Allah. Meskipun demikian dalam sholat itu ada hak individu manusia yaitu berbuat kedamaian antar sesamanya.

Sementara itu dalam haq al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya. Namun demikian pada hak manusia itu tetap ada hak Allah yang mendasarinya. Konsekuensinya adalah bahwa meskipun seseorang berhak memanfaatkan benda miliknya, tetapi tidak boleh menggunakan harta miliknya itu untuk tujuan yang bertentangan dengan ajaran Allah. Jadi sebagai pemilik hak, diakui dan dilindungi dalam penggunaan haknya, namun tidak boleh melanggar hak yang Mutlak (hak Allah). Kepemilikan hak pada manusia bersifat relative, sementara pemilik hak yang absolut hanyalah Allah.

Ada dua macam HAM jika dilihat dari kategori huquuqul-‘ibad/haq al-insan. Pertama, HAM yang keberadaannya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam), kedua adalah HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh suatu negara. Hak yang pertama dapat disebut sebagai hak-hak yang legal, sedangkan yang kedua dapat disebut sebagai hak-hak moral. Perbedaan antara keduanya hanyalah terletak pada masalah pertanggungjawaban di depan suatu negara Islam. Adapun dalam masalah sumber asal, sifat, dan pertanggungjawabannya dihadapan Allah SWT Yang Maha Kuasa itu sama.
Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat memaafkan suatu pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Meskipun Allah sendiri yang telah menganugerahkan hak-hak ini dan semua manusi ini wajib mempertanggungjawabkannya, Allah tidak akan melaksanakan kekuasaan-Nya untuk mengampuni pelanggaran hak-hak pada hari akhirat kelak. Negara harus terikat member hukuman kepada para pelanggar dan member bantuan kepada pihak yang dirugikan, kecuali pihak yang dianiaya telah memaafkan pelakunaya.
          
         Konsep Islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (thecentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syari’atnya sebagai tolak ukur tentang  baik-buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendy disebut denga ide perikemakhlukan. Ide perikemakhlukan memuat nilai-nilai kemanusiaan dalam arti sempit. Ide perikemakhlukan mengandung makna bahwa manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap sesame makhluk termasuk juga pada bintang dan alam sekitar.

         HAM dalam Islam sebenarnya bukan barang asing, karena wacana tentang HAM dalam Islam lebih awal dibandingkan  dengan konsep atau ajaran lainnya. Dengan kata lain, Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM. Sebagaimana dikemukakan oleh Maududi bahwa ajaran tentang HAM yang terkandung dalam Piagam Magna Charta tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam. Selain itu, juga diperkuat oleh pandangan Weeramantry bahwa pemikiran Islam mengenai hak-hak di bidang social, ekonomi dan budaya telah jauh mendahului pemikiran Barat (Bambang Cipto, dkk., 2002). Ajaran Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normativ, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam. Tonggak sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM, yaitu pada pendeklarasian Piagam Madinah yang dilanjutkan dengan deklarasi Kairo (Cairo Declaration).

         Dalam Piagam Madinah paling tidak ada dua ajaran pokok yaitu : semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa dan hubungan antara komunitas muslim dengan non muslim didasarkan pada prinsip :
  1. Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga;
  2. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama;
  3. Membela mereka yang teraniaya;
  4. Saling menasehati;
  5. Menghormati kebebasan beragama.
Sedangkan ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo sebagai berikut :
  1. Hak persamaan dan kebebasan (surat al-Isra : 70; an-Nisa : 58, 105, 107, 135; al-Mumtahanah : 8);
  2. Hak hidup (surat al-Maidah : 45; al-Isra : 33);
  3. Hak perlindungan diri (surat al-Balad : 12-17; at-Taubah : 6);
  4. Hak kehormatan pribadi (surat at-Taubah : 6);
  5. Hak berkeluarga (surat al-Baqarah : 221; al-Rum : 21; an-Nisa : 1; at-Tahrim : 6);
  6. Hak kesetaraan wanita dengan pria (surat al-Baqarah : 228; al-Hujrat : 13);
  7. Hak anak dari orang tua (surat al-Baqarah : 223; al-Isra : 23-24);
  8. Hak mendapatkan Pendidikan (surat at-Taubah : 122; al-‘Alaq : 1-5);
  9. Hak kebebasan beragama (surat al-Kafirun : 1-6; al-Baqarah : 156; al-kahfi : 29);
  10. Hak kebebasan mencari suaka (surat an-Nisa : 97; al-Mumtahanah : 9); 11. Hak memeperoleh pekerjaan (surat at-Taubah : 105; al-Baqarah : 286; al-Mulk : 15);
  11. Hak memperoleh perlakuan yang sama (surat al-Baqarah : 275-278; an-Nisa : 161; Al-Imran : 130);
  12. Hak kepemilikan (surat al-Baqarah : 29; an-Nisa : 29); 14. Hak tahanan (surat al-Mumtahanah : 8).
    
     Dilihat dari tingkatannya, ada 3 (tiga) bentuk hak asasi manusia dalam Islam. Pertama, hak darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiannya. Sebagai misal, bila hak hidup seseorang dilanggar, maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak elementer, misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002).
         HAM menurut konsep Islam khususnya pada negara Islam, HAM bukanlah merupakan sifat defensive terhadap kekuasaan negara yang tak terbatas, namun tujuan dari negara itu sendiri untuk memulihkan hak-hak mereka yang dilanggar. HAM yang merupakan syari’at yang penting adalah abadi, yang dalam hal ini tidak boleh diubah meskipun consensus seluruh masyarakat atau lebih-lebih wewenang negara dapat memodifikasi atau membatasinya, berbeda sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. HAM didalamnya merupakan doktrin yang paling manusiawi.


Sumber :
  •  Azra, azyumardi dan Tim ICCE UIN Jakarta. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Penerbit : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  • Hussain, Syaukat. 1996. Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Penerbit : Gema Insani Press.

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Unknown mengatakan...

oke, trimakasih ya

Neng & Teteh mengatakan...

Sangat lengkap penjelasan tentang HAM dalam Islam yang sedang saya cari... Terima kasih

Posting Komentar