Oleh : Rizka Nurul Ismi
Otonomi Daerah Ladangnya Para Koruptor, Kenapa ? Akhir akhir ini kita dihebohkan dengan berita mengenai penangkapan Gubernur Banten, atas perkara Penggelembungan Dana Alat Kesehatan. Yaps, ini adalah salah satu modus yang sering digunakan para pejabat daerah. Klasik ? Tentu. Tapi lihat saja yang mereka peroleh dari penggembungan dana tersebut. Kisah Sang Putri Banten hanya satu dari sekian banyak kisah korupsi yang tidak termediakan. Menurut catatan ICW, hingga 2013 ada 149 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Kepala daerah tersebut terdiri dari 20 gubernur, satu wakil gubernur, 17 walikota, 8 wakil walikota, 84 bupati dan 19 wakil bupati.
Sebenarnya tujuan otonomi daerah sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 32
Tahun 2004 adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi nyatanya ? You Knowlah .
Sejak lama banyak yang mengkritik otonomi daerah hanya akan menjadi ajang
bagi-bagi kekuasaan ketimbang untuk menciptakan kemakmuran. Hal ini dibuktikan
oleh hasil pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan. Reformasi yang
dilakukan dengan memberikan kebijakan otonomi daerah bukan berarti laju korupsi
di Indonesia menurun tapi malah justru meningkat.
Secara teoritis hanya
empat urusan pusat yang tidak dapat diserahkan ke daerah, yaiutu : Pertanahan,
Keamanan, Urusan Diplomatik Luar Negari, Urusan Peradilan dan Urusan Keuangan
dalam pengertian mencetak uang. Selebihnya? Pada dasarnya urusan-urusan
pemerintah pusat dapat didentralisasikan ke daerah.
Adanya kewenangan
yang besar dari pemerintah di daerah dapat memunculkan modus modus Korupsi.
Seperti Korupsi Pengadaan Barang, Bermodus Mark-up
(Penggelembungan) nilai barang dan jasa, kolusi. Belum lagi modus pemotongan
dana social yang dilakukan secara bertingkat atau bisa dibilang “tiap meja
potong”
Hal hal seperti itu
lah yang membuat otonomi daerah menjadi matapencaharian bagi para koruptor. Kreativitas
pencegahan korupsi perlu diupayakan dengan semaksimal mungkin, karena selama
ini cara-cara dalam penyelesaian perkara korupsi hanya terbatas pada sebagian
orang saja. Padahal publik sangat faham, bahwa kejahatan tindak pidana korupsi
merupakan kerja kolektif, untuk bisa melakukan modus korupsi. Sehingga bila
pelaku korupsi yang tertangkap tangan sajalah yang bisa diproses secara hukum,
sementara dibalik upaya membongkar skandal korupsi tertutup, karena minimnya
barang bukti.
Selain mengoptimalkan
penindakan pelaku korupsi yang tertangkap tangan, maupun proses penyidikan,
pencegahan korupsi juga jauh lebih penting dilakukan, sebab selama pencegahan
selalu disosialisasikan, sehingga meminimalisir orang untuk berlaku curang semakin
jera dan memilih untuk melakukan apa yang seharusnya dan sesuai dengan norma
serta etika hukum.
Maka dari itu adanya kepedulian masyarakat daerah dalam mengawasi
jalannya pemerintahan yang jujur dan adil sangat diperlukan , selain itu
pentingnya pendidikan atas tata kota dan daerah sangat penting untuk mendukung
terrealisasikannya pemerintahan yang aman dari korupsi.
sumber :
sumber :
1 komentar:
penulisan sumber tidak seperti itu,,,tulis secara jelas penulis, judul artikel, dan nama blognya.
Posting Komentar